KEUTAMAAN BULAN MUHARRAM DAN PELAJARAN HIJRAH
KHUTBAH I
اَلْحَمْدُ للهِ الْوَاحِدِ
الْقَهَّارْ، اَلْعَزِيْزِ الْغَفَّارْ، مُكَوِّرِ اللَّيْلِ عَلَى النَّهَارْ،
تَذْكِرَةً لِأُولِى الْقُلُوْبِ وَالْأَبْصَارْ، وَتَبْصِرَةً لِّذَوِي
الْأَلْبَابِ وَالْاِعْتِبَارْ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِٰلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ
لاَ شَرِيْكَ لَهْ الْمَلِكُ الْغَفَّارْ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ
وَرَسُوْلُهُ سَيِّدُ الْخَلاَئِقِ وَالْبَشَرْ. اَللّٰهُمَّ صَلِّ
وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَأٰلِهِ وَصَحْبِهِ الْأَطْهَارْ. أَمَّا
بَعْدُ فَيَآأَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ! أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى
اللهِ وَطَاعَتِهِ فَقَدْ فَازَ مَنِ اتَّقَى. فَقَالَ اللهُ تَعَالَى فِيْ
كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ فِيْ سُوْرَةِ الْبَقَرَةِ: أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ
الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ، بِسْمِ ٱللّٰهِ ٱلرَّحْمٰنِ ٱلرَّحِيمِ
إِنَّ الَّذِيْنَ اٰمَنُوا وَالَّذِيْنَ هَاجَرُوا وَجَٰهَدُوا فِيْ
سَبِيْلِ اللهِ أُولَٓئِكَ يَرْجُوْنَ رَحْمَتَ اللهِۚ وَاللهُ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ
Saudara-saudara Kaum
Muslimin, jamaah shalat Jumat yang dirahmati Allah, Bulan Muharram adalah satu
di antara bulan-bulan yang mulia (al-asyhur al-hurum), yang diharamkan
berperang di bulan ini. Ia dipandang bulan yang utama setelah bulan Ramadhan.
Oleh karenanya, kita disunnahkan berpuasa terutama pada hari ‘Asyura, yakni menurut
pendapat mayoritas ulama, tanggal 10 Muharram. Di antara fadhilah bulan
Muharram, adalah ia dipilih oleh Allah subhanahu wata’ala sebagai
momen pengampunan umat Islam dari dosa dan kesalahan.
Keistimewaan bulan Muharram
ini lebih lanjut karena dipilih sebagai awal tahun dalam kalender Islam. Untuk
itu, marilah kita bersama-sama mengulas kembali sejarah tahun baru Hijriah,
yakni sejarah penanggalan atau penetapan kalender Islam, yang diawali dengan 1
Muharram. Mengapa para sahabat memilih bulan Muharram sebagai awal penanggalan
Islam?
Dalam kitab Shahih al-Bukhari, pada
kitab Manâqib al-Anshâr (biografi orang-orang Anshar) pada Bab
Sejarah Memulai Penanggalan, disebutkan,
عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ قَالَ مَا
عَدُّوْا مِنْ مَبْعَثِ النَّبِيِّ ﷺ وَلَا مِنْ وَفَاتِهِ مَا عَدُّوْا إِلَّا مِنْ
مَقْدَمِهِ الْمَدِينَةَ
“Dari Sahl bin Sa’d ia
berkata: mereka (para sahabat) tidak menghitung (menjadikan penanggalan) mulai
dari masa terutusnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan tidak pula dari
waktu wafatnya beliau, mereka menghitungnya mulai dari masa sampainya Nabi di
Madinah”.
Hal itu dilakukan meskipun
tidak diketahui bulan kehadirannya itu, karena sejarah itu sebenarnya merupakan
awal tahun. Sebagian sahabat berkata pada ‘Umar, ”Mulailah penanggalan itu
dengan masa kenabian”; sebagian berkata: ”Mulailah penanggalan itu dengan waktu
hijrahnya Nabi”. ‘Umar berkata, ”Hijrah itu memisahkan antara yang hak
(kebenaran) dan yang batil, oleh karena itu jadikanlah hijrah itu untuk
menandai kalender awal tahun Hijriah”.
Ma’âsyiral muslimîn
hafidhakumullâh, Setelah para sahabat sepakat mengenai peristiwa hijrah
dijadikan sebagai awal penanggalan Islam, ada sebagian sahabat yang berpendapat
bahwa untuk awal bulan Hijriyah itu: ”Mulailah dengan bulan Ramadhan”,
tetapi ‘Umar radliyallahu 'anh berpendapat: ”Mulailah dengan
Muharram”, itu karena Muharram merupakan masa selesainya umat Islam dari
menunaikan hajinya. Lalu disepakatilah tahun baru hijriah itu dimulai dengan
bulan Muharram.
Ibn Hajar dalam
kitab Fath al-Bârî Syarah Kitab Shahîh al-Bukhârî mengatakan
bahwa:
"Sebagian sahabat
menghendaki awal tahun baru Islam itu dimulai dengan hijrahnya Nabi, itu sudah
tepat. Ia melanjutkan, ada empat hal atau pendapat yang mungkin dapat dijadikan
sebagai awal penanggalan Islam, yaitu masa kelahiran Nabi (maulid al-Nabi),
masa diutusnya Nabi, masa hijrahnya Nabi, dan masa wafatnya Nabi. Tetapi
pendapat yang diunggulkan adalah menjadikan awal tahun baru itu dimulai dengan
hijrah karena masa maulid dan masa kenabian itu keduanya tidaklah terlepas dari
kontradiksi atau pertentangan pendapat dalam menentukan tahun. Adapun waktu
wafatnya beliau itu, banyak tidak dikehendaki oleh para sahabat untuk dijadikan
sebagai awal tahun, karena mengingat masa wafatnya Nabi justru menjadikan
kesedihan bagi umat. Jadi kemudian pendapat dan pilihan itu jatuh pada
peristiwa hijrah. Kemudian mengenai tidak dipilihnya bulan Rabiul Awal sebagai
awal tahun tetapi justru dipilih bulan Muharram sebagai awal tahun karena awal
komitmen berhijrah itu ada pada bulan Muharram, sehingga cocoklah hilal atau
awal bulan Muharram itu dijadikan sebagai awal tahun baru Islam.”
Ma’âsyiral muslimîn
hafidhakumullâh,
Menurut satu pendapat, ada
banyak hikmah dipilihnya peristiwa hijrah sebagai penanda Kalender Islam, Tahun
Baru Hijriah. Di antaranya adalah dengan peristiwa hijrah itu, umat Islam
mengalami pergeseran dan peralihan status: dari umat yang lemah kepada umat
yang kuat; dari perceraiberaian atau perpecahan kepada kesatuan negara; dari
siksaan yang dihadapi mereka dalam mempertahankan agama kepada dakwah dengan
hikmah dan penyebaran agama; dari ketakutan disertai dengan kesukaran kepada
kekuatan dan pertolongan yang menenteramkan; dan dari kesamaran kepada
keterang-benderangan. Di samping itu, dengan adanya hijrah itu terjadi
peristiwa sungguh penting antara lain, perang Badar, Uhud, Khandaq dan
Perjanjian Hudaibiyah (Shulh al-Hudaibiyah), dan setelah 8 (delapan) tahun
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam hijrah di Madinah, beliau kembali
ke Makkah al-Mukarramah dengan membawa kemenangan yang dikenal dengan Fath
Makkah. Itulah peristiwa-peristiwa yang penting kita ingat. Oleh karena itulah,
Al-Quran menjadikan hijrah itu sebagai sebuah pertolongan. Al-Quran
mengingatkan kita:
إِلَّا تَنْصُرُوْهُ فَقَدْ نَصَرَهُ اللهُ
إِذْ أَخْرَجَهُ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا ثَانِيَ اثْنَيْنِ إِذْ هُمَا فِي الْغَارِ
إِذْ يَقُوْلُ لِصَٰحِبِهِۦ لَا تَحْزَنْ إِنَّ اللهَ مَعَنَاۖ فَأَنْزَلَ اللهُ
سَكِيْنَتَهٗ عَلَيْهِ وَأَيَّدَهٗ بِجُنُوْدٍ لَمْ تَرَوْهَا وَجَعَلَ كَلِمَةَ
الَّذِيْنَ كَفَرُوا السُّفْلَٰىۗ وَكَلِمَةُ اللَّهِ هِيَ الْعُلْيَاۗ وَاللهُ
عَزِيْزٌ حَكِيْمٌ
“Jika kamu tidak menolongnya
(Muhammad), sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang
kafir mengusirnya (dari Mekah); sedang dia salah seorang dari dua orang ketika
keduanya berada dalam gua, ketika itu dia berkata kepada sahabatnya: ”Jangan
engkau bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita.” Maka Allah menurunkan
ketenangan kepadanya (Muhammad) dan membantu dengan bala tentara
(malaikat-malaikat) yang tidak terlihat olehmu, dan Dia menjadikan seruan
orang-orang kafir itu rendah. Dan firman Allah itulah yang tinggi. Allah
Mahaperkasa Mahabijaksana” (QS. Al-Taubah [9]: 40).
Allah pun telah memuji
orang-orang yang berhijrah, dan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. setelah
hari kemenangan Fath Makkah bersabda:
لاَ هِجْرَةَ بَعْدَ الْفَتْحِ
وَلَكِنْ جِهَادٌ وَنِيَّةٌ وَإِذَا اسْتُنْفِرْتُمْ فَانْفِرُوْا (مُتَّفّقٌ
عَلَيْه). وَمَعْنَاهُ:لاَ هِجْرَةَ مِنْ مَكَّةَ لِأَنَّهَا صَارَتْ دَارَ
إِسْلاَمٍ
”Tidak ada hijrah setelah
penaklukan kota Makkah, akan tetapi jihad dan niat, dan jika kalian diminta
untuk pergi berjihad maka pergilah” (Muttafaq ‘alaih dari jalur ‘Aisyah
radliyallahu ‘anha) Maknanya: Tidak ada hijrah dari Makkah karena dia telah
menjadi negeri Islam.
Hijrahnya Rasul dari Makkah
ke Madinah yang terjadi pada tahun 622 M., bukanlah sekadar peristiwa dalam
sejarah Islam, tetapi banyak petuah dan pelajaran berharga bagi kita, yang
terpenting di antaranya adalah bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam ketika keluar dari Makkah berhijrah menuju Madinah itu tidaklah
dalam keadaan membenci penduduk Makkah, justru beliau cinta kepada penduduk
Makkah. Oleh karena itu ketika beliau keluar meninggalkan Makkah beliau berkata:
وَاللهِ
إِنَّكِ لَخَيْرُ أَرْضِ اللهِ وَأَحَبُّ أَرْضِ اللهِ إِلَى اللهِ، وَلَوْلَا
أَنِّيْ أُخْرِجْتُ مِنْكِ مَا خَرَجْتُ (رواه الترميذي والنسائي عن عبد الله بن
عدي بن حمراء رضي الله عنه)
Artinya ”Demi Allah, sungguh
kamu (Makkah) adalah sebaik-baik bumi Allah, dan bumi Allah yang paling
dicintai Allah, seandainya aku tidak dikeluarkan darimu (Makkah) maka tiadalah
aku keluar --darimu.” (HR. al-Tirmidzi, al-Nasa’i, Ibn Mâjah dll, dari
‘Abdullâh bin ‘Addî bin Hamrâ’ radliyallahu ‘anhum).
Ini menunjukkan betapa
kecintaan beliau kepada Makkah dan penduduk Makkah, sebagaimana maqalah populer
menyatakan hubbul wathan minal iman, cinta tanah air adalah ekspresi
kesempurnaan iman.
Dan satu hal yang penting
dalam hijrah adalah bahwa hijrah itu adalah bermakna luas, sebagaimana
disebutkan dalam hadits yang mulia bahwa:
وَالْمُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ مَا
نَهَى اللهُ عَنْهُ (رواه البخاري)
Artinya: ”Orang yang
berhijrah itu adalah orang yang berhijrah, meninggalkan apa-apa yang dilarang
oleh Allah” (HR. al-Bukhârî).
Hijrah di sini bermakna
luas, meninggalkan adat atau tradisi fanatisme kesukuan, dan menegaskan hijrah itu
meninggalkan dari segala yang dilarang oleh Allah dan yang di dalamnya
membahayakan manusia.
Ma’âsyiral
muslimîn hafidhakumullâh,
Berdasarkan keterangan
tersebut, dapat diambil kesimpulan berkaitan dengan memuliakan bulan Muharram
dan memperingati tahun baru Hijrah. Bahwa dalam memuliakan dan
memperingati tahun baru Hijriah harus memperhatikan hikmah atau pelajaran yang
berharga dari peristiwa hijrahnya Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam dan para sahabatnya, yang dapat disebutkan dalam tujuh poin penting
berikut ini:
·
Hijrah itu adalah
perpindahan dari keadaan yang kurang mendukung dakwah kepada keadaan yang
mendukung.
·
Hijrah itu adalah
perjuangan untuk suatu tujuan yang mulia, karenanya memerlukan kesabaran dan
pengorbanan.
·
Hijrah itu adalah ibadah,
karenanya motivasi atau niat adalah untuk kebaikan dan kemaslahatan.
·
Hijrah itu harus
untuk persatuan dan kesatuan, bukan perpecahan.
·
Hijrah itu adalah
jalan untuk mencapai kemenangan.
·
Hijrah itu
mendatangkan rezeki dan rahmat Allah.
·
Hijrah itu adalah
teladan Nabi dan para sahabat yang mulia, yang seyogianya kita ikuti.
Kaum Muslimin yang dikasihi Allah,
Demikianlah keistimewaan
bulan Muharram dan poin-poin penting dari hikmah hijrah. Sebagai penutup
khutbah ini, marilah kita renungkan firman Allah dalam surat al-Anfâl (8) ayat
74:
وَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْا
وَهَاجَرُوْا وَجَاهَدُوْا فِيْ سَبِيْلِ اللهِ وَالَّذِيْنَ اٰوَوْا وَنَصَرُوْاۧ
أُوْلَٓئِكَ هُمُ الْمُؤْمِنُوْنَ حَقًّاۗ لَّهُم مَّغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيْمٌ
Artinya: Dan orang-orang
yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah, dan orang-orang yang
memberi tempat kediaman dan memberi pertolongan (kepada orang muhajirin),
mereka itulah orang yang benar-benar beriman. Mereka memperoleh ampunan dan
rezeki (nikmat) yang mulia.
Demikian khutbah ini semoga
bermanfaat. Semoga kita, keluarga kita, masyarakat kita, dan bangsa kita
Indonesia, dapat berhijrah kepada kebaikan dan kemuliaan. Amin.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ
بِاْلُقْرءَانِ اْلعَظِيْمِ وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بمَا فِيْهِ مِنَ
اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ اْلغَفُوْرُ
الرَّحِيْمُ
KHUTBAH II
نَحْمَدُ اللهَ وَنَسْتَعِيْنُهُ
وَنَسْتَغْفِرُهْ، وَنَعُوْذُ بِهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئاَتِ
أَعْمَالِنَا. أَشْهَدُ أَنْ لَاۧ إِٰلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ
لَهْ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللّٰهُمَّ
صَلِّ وَسَلِّمْ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ نَبِيِّ الرَّحْمَةْ، وَعَلَى آلِهِ
وَصَحْبِهِ مِنْ يَوْمِنَا هَذَا إِلَى يَوْمِ النَّهْضَةْ . أَمَّا بَعْدُ.
أَيُّهَا النَّاسُ! أُوْصِيْكُمْ بتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ فَقَدْ فَازَ
الْمُتَّقُوْنَ فَقَالَ تَعَالَى مُخْبِرًا وَأٰمِرًا: إِنَّ اللهَ
وَمَلَآئِكَتَهٗ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ يَآأَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا
صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ
وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلٰى أٰلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا
صَلَّيْتَ وَبَارَكْتَ عَلٰى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلٰى أٰلِ
سَيِّدِنَا إِبْراهَيْمَ فِي الْعٰلَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ،
بِرَحْمَتِكَ يَآ أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ
لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالمْؤُمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ
اَلْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ إِنَّكَ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ يَا قَاضِيَ
الْحاَجاَتِ. اَللّٰهُمَّ أَعِزَّ الِإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ. اَللّٰهُمَّ
أَصْلِحْ وُلاَةَ الْمُسْلِمِيْنَ بِمَا فِيْهِ صَلاَحُ الِإِسْلاَمِ
وَالْمُسْلِمِيْنَ. رَبَّنَا أتِنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً وَهَيِّءْ لَنَا مِنْ
أَمْرِنَا رَشَدًا. رَبَّناَ لاَ تُزِغْ قُلُوْبَنَا بَعْدَ اِذْ هَدَيْتَنَا
وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ. رَبَّنَا هَبْ
لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَّاجْعَلْنَا
لِلْمُتَّقِيْنَ إِمَامًا. رَبَّنَا أتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَّفِي
اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَّقِنَا عَذَابَ النَّارِ عِبَادَ اللهْ! إِنَّ اللهَ
يَعْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتَاۤءِ ذِي اْلقُرْبَىٰ وَيَنْهَىٰ
عَنِ اْلفَخْشَآءِ وَالْمُنْكَرِ وَاْلبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ
تَذَكَّرُوْنَ، فَاذْكُرُوااللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ
عَلَى نِعَمٍ يَّزِدْكُمْ وَاسْئَلُوْا مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ
أَكْبَرُ
0 comments:
Post a Comment