TEKS KHUTBAH IDUL ADHA: MAKNA DI BALIK IBADAH HAJI
اَللهُ أَكْبَرُ 9X. اَللهُ أَكْبَرْ
كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً،
لَاإِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ، صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَأَعَزَّ
جُنْدَهُ وَهَزَمَ الْأَحْزَابَ وَحْدَهُ، لاَإِلهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ
أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ وَللهِ اْلحَمْدُ. الحَمْدُ لِلهِ الَّذِيْ
خَلَقَ الزّمَانَ وَفَضَّلَ بَعْضَهُ عَلَى بَعْضٍ فَخَصَّ بَعْضُ الشُّهُوْرِ
وَالأَيَّامِ وَالَليَالِي بِمَزَايَا وَفَضَائِلَ يُعَظَّمُ فِيْهَا الأَجْرُ
والحَسَنَاتُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ
وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى
بِقَوْلِهِ وَفِعْلِهِ إِلَى الرَّشَادِ. اللّهُمَّ صَلّ وسّلِّمْ علَى عَبْدِكَ
وَرَسُوْلِكَ مُحَمّدٍ وِعَلَى آلِه وأصْحَابِهِ هُدَاةِ الأَنَامِ في أَنْحَاءِ
البِلاَدِ. أمَّا بعْدُ، فيَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا اللهَ تَعَالَى بِفِعْلِ
الطَّاعَاتِ. قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ
الْكَوْثَرَ. فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ. إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ
Jamaah shalat Idul Adha rahimakumullah,
Bulan Dzulhijjah termasuk
salah satu dari empat bulan haram (asyhurul hurum) di dalam Islam. Tiga
lainnya adalah Dzulqa’dah, Muharram dan Rajab. Keistimewaan Dzulhijjah ditandai
dengan adanya ibadah-ibadah tertentu yang tidak boleh dilakukan umat Islam di
bulan lainnya, yakni haji dan qurban. Secara etimologi dzulhijjah
merupakan frasa yang terdiri dari kata dzû (memiliki) dan al-hijjah
(haji) karena hanya di bulan ke-12 dalam kalender hijriyyah ini, ada
pelaksanaan ibadah haji.
Haji adalah rukun Islam yang
kelima. Karena masuk rukun atau pondasi, ibadah ini tentu bukan ibadah yang enteng.
Ia wajib dilakukan oleh setiap orang yang mampu. Kemampuan ini meliputi mampu
secara fisik, biaya, juga keamanan. Dengan kata lain, ketika seseorang sudah punya
biaya yang mencukupi, fisik yang memadai, dan kondisi keamanan yang
memungkinkan ia sampai ke Tanah haram, maka melaksanakan ibadah tersebut
hukumnya wajib.
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an Surah Ali Imran ayat
97:
وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ
الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ
غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ
Artinya: “Mengerjakan haji adalah
kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu bagi orang yang mampu mengadakan
perjalanan ke Baitullah. Barang siapa mengingkari kewajiban haji, maka
sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.”
Ibadah haji juga terkadang ada kaitannya dengan pengalaman
spiritual orang. Karena banyak orang Muslim kaya tak kunjung melaksanakan
ibadah haji. Sebaliknya, banyak orang yang pendapatannya rendah, justru diberi
kemampuan dan kemauan untuk menunaikan ibadah haji. Semangat dan pengalaman
batin seseorang sangats berpengaruh pada seberapa kuat niat berhaji itu tumbuh.
Jamaah shalat Idul Adha rahimakumullah,
Dalam ibadah haji, banyak
ritual atau manasik yang tak bisa langsung ditangkap alasannya secara logika.
Jika kita diperintah untuk berpuasa Ramadhan tiap tahun, orang bisa menjelaskan
secara rasional dari sudut pandang kesehatan. Demikian halnya dengan perintah
zakat, yang bisa dinalar alasannya secara sosial dan ekonomi, yakni supaya
harta tidak sekedar berputar pada segelintir orang kaya saja. Adapun ibadah haji.
Rukun Islam kelima dalam Islam ini sarat ritual-ritual yang bisa diketahui dengan
cara memosisikannya sebagai simbol-simbol yang penuh makna.
Pertama,
makna tauhid. Makna ini tersirat dalam posisi Ka’bah sebagai pusat kedatangan
para tamu Allah dari berbagai belahan bumi. Jutaan orang dari berbagai belahan dan
bangsa berkumpul dalam satu titik, tanpa dibeda-bedakan satu Negara dengan
lainnya. Ini adalah tanda bahwa tujuan dari keseluruhan hidup ini adalah satu,
yakni Allah ﷻ. Penamaan Ka’bah sebagai “baitullah”
(rumah Allah) harus dipahami dalam makna tersebut, bukan Allah SWT bersemayam
di Ka’bah.
Begitu pula dengan Hajar
Aswad (batu hitam) yang berada di sudut timur laut Ka'bah. Keberadaannya yang
tinggi hingga orang-orang berebut untuk menyentuh dan menciumnya tidak boleh
membuat mereka sampai menyembahnya. Anjuran menyentuh dan mencium Hajar Aswad
muncul sekadar karena mengikuti sunnah Rasulullah SAW. Sebagaimana dikatakan
Sayyidina Umar bin Khattab ra.:
إِنِّي أَعْلَمُ أَنَّكَ حَجَرٌ،
لاَ تَضُرُّ وَلاَ تَنْفَعُ، وَلَوْلاَ أَنِّي رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُقَبِّلُكَ مَا قَبَّلْتُكَ
Artinya: “Sungguh aku tahu,
engkau hanyalah batu. Tidak bisa mendatangkan bahaya atau manfaat apa pun.
Andai saja aku ini tak pernah sekalipun melihat Rasulullah shallahu
alaihi wa sallam menciummu, aku pun enggan menciummu.” (HR:
Bukhari)
Kedua,
makna kemanusiaan. Pakaian ihram yang dipakai orang-orang saat memulai haji
adalah tanda kesamaan dan kesetaraan semua manusia. Dalam ihram seluruh pakaian
disunnahkan berwarna putih. Bagi jamaah haji laki-laki bahkan tidak boleh
memakai semua pakaian berjahit dan menggantinya dengan hanya dua helai kain.
Kaum laki-laki dilarang memakai topi atau peci, sedangkan jamaah perempuan
dilarang mengenakan cadar. Ritual ini sebagai tanda kesatuan identitas manusia
sebagai hamba Allah, dan melepaskan identitas-identitas selainnya, seperti
suku, ras, nasab, jabatan politik, kelas ekonomi, dan ketokohan. Pemulung,
selebritis, ulama, menteri, atau presiden datang ke Tanah Suci sebagai hamba
Allah, bukan sebagai orang dengan kedudukan duniawinya.
Makna kedua ini sekaligus menguatkan
makna pertama, yakni nilai tauhid. Konsekuensi dari menjunjung tinggi tauhid
adalah mengakui bahwa tidak ada yang lebih dimuliakan dan diagungkan selain
Allah ﷻ. Manusia pada dasarnya berada dalam
kesetaraan. Standar derajatnya hanya bisa dinilai dari sudut pandang Allah,
melalui sejauh mana ketakwaannya. Manusia paling mulia adalah mereka yang
paling takwa kepada Allah ﷻ. Sebagaimana
firman Allah SWT :
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا
خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ
لِتَعَارَفُوا ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ
عَلِيمٌ خَبِيرٌ
Artinya: “Hai manusia,
sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan
dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling
kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu disisi
Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah
Maha-Mengetahui lagi Maha-Mengenal.” (QS al-Hujurat: 13)
Bukan hanya pakaian-pakaian
“kehormatan” duniawi yang dilepas, jamaah haji dari berbagai bangsa dan negara
juga bersama-sama meninggalkan tempat asalnya untuk berkumpul di maqom yang
sama. Pemandangan ini tampak jelas ketika mereka sedang bersama-sama wukuf di
Arafah. Mereka harus diam di tempat yang sama dan di bawah terik matahari yang
sama. Ini sebagai tanda bahwa sesungguhnya manusia—siapa pun itu—pada ujungnya akan
kembali pada Dzat yang Esa. Ibadah haji adalah gambaran bahwa manusia harus
kembali ke fitrah aslinya sebagai hamba, baik ketika hidup maupun mati.
Ketiga,
makna napak tilas sejarah kenabian. Haji juga menjadi waktu mengenang jejak
nabi-nabi terdahulu, khususnya Nabi Adam, Nabi Ibrahim, dan Nabi Muhammad.
Perjalanan mereka bukanlah sejarah hidup yang tidak bermakna, melainkan terdapat
berbagai pelajaran yang penting diingat. Ritual melempar Jumrah, misalnya,
adalah symbol permusuhan Nabi Adam kepada setan. Kita diingatkan agar selalu waspada
terhadap berbagai tipu daya musuh yang sangat terlaknat ini.
Begitu juga tentang Sa’i. Ia
mengandung sejarah perjuangan Siti Hajar mencari air untuk putranya, Ismail,
ketika ditinggal suami tercinta, Nabi Ibrahim ‘alaihis salam. Berlari-lari yang
berulang sampai tujuh kali merupakan simbol kesemangatan ikhtiar yang tak kenal
lelah. Hingga pada akhirnya pertolongan Allah pun datang dengan tiba-tiba air
memancar dari bawah kaki Nabi Ismail. Mata air itu kita kenal hingga saat ini sebagai
sumur Zamzam.
Jamaah shalat Idul Adha rahimakumullah,
Allah tidak mewajibkan haji
untuk setiap orang sebagaimana shalat. Kewajiban haji hanya diperuntukkan bagi
mereka yang mampu. Untuk yang sudah atau sedang berhaji, penting baginya tak
menyia-nyiakan kewajiban ini dengan memenuhi segala ketentuan haji, juga
makna-makna dalam setiap ritual yang dijalankan. Bagi orang yang belum mampu ke
Tanah Suci, cukup baginya berikhtiar sesuai kemampuan dan menyerap makna ibadah
haji untuk kemudian kita praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.
Haji adalah perjalanan suci,
bukan hanya sekedar wisata untuk meraih kebanggaan diri. Karena itu, bagi yang
belum diberi kemampuan melaksanakan haji tak perlu patah semangat selama kita
berusaha menjadi pribadi-pribadi yang bertakwa: memegang prinsip tauhid,
menghargai kemanusiaan, dan menunaikan ketentuan syariat sebagaimana diajarkan
Rasulullah. Wallahu a’lam.
بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِى
اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنْ آيَةِ
وَذِكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ وَإِنَّهُ
هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ، وَأَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ
العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم
KHUTBAH II
اَللهُ أَكْبَرُ7x . اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ
تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ
وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ
وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا
مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا أَمَّا
بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا
عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ
وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ
يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ
وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ
وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ
الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ
الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ
اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ,آمِيْن يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْن،
اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ
وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ
اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ
عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ
خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَالدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى
يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ
وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا
وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ
اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى
الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا
لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا
بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ
وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ
اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ
اللهِ أَكْبَرْ
0 comments:
Post a Comment