Pelaksanaan otonomi daerah yang dibarengi dengan desentralisasi fiskal
berdasarkan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
dan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Daerah menunjukkan kesungguhan pemerintah
dalam mereformasi sistem pemerintahan yang selama cenderung sentralistik
menuju desentralisasi dengan memberikan kewenangan yang lebih besar kepada
daerah, termasuk kewenangan pengelolaan keuangan daerah.
Misi utama kedua undang-undang tersebut tidak sekedar pelimpahan
kewenangan pembiayaan dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah, tetapi
yang lebih mendasar adalah meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengelolaan
sumber daya keuangan dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan. Dengan
demikian semangat desentralisasi, demokrasi, transparansi, dan akuntabilitas
menjadi sangat dominan dalam mewarnai proses penyelenggaraan pemerintahan
pada umumnya, dan proses pengelolaan keuangan daerah pada khususnya. Untuk
itu, suatu laporan keuangan yang relevan, handal, dapat dibandingkan, dan dapat
dipahami mutlak diperlukan untuk proses pengambilan keputusan. Disamping itu,
dengan laporan keuangan yang baik dan dapat dipercaya juga memudahkan
pengukuran tentang sejauh mana kinerja pengelolaan keuangan daerah sesuai
dengan dinamika dan tuntutan masyarakat.
Sehubungan dengan hal tersebut, Pemerintah telah melakukan reformasi
manajemen keuangan baik pada pemerintah pusat maupun pada pemerintah
daerah dengan ditetapkannya paket undang-undang bidang keuangan negara, yaitu
UU 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara. Peraturan perundang-undangan tersebut menyatakan
bahwa Gubernur/Bupati/Walikota menyampaikan rancangan peraturan daerah
tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kepada DPRD berupa laporan
keuangan yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan, selambatlambatnya 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran berakhir. Laporan Keuangan
disusun dan disajikan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan.
Teknis pelaksanaan kedua undang-undang tersesubut selanjutnya diatur
pada Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan
Daerah dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 64 Tahun 2013 tentang
2
Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual pada Pemerintah
Daerah.
Undang-undang, Peraturan Pemerintah yang kemudian ditindaklanjuti
dengan Permendagri tersebut, kesemuanya mengarah pada Sistem Pengelolaan
Keuangan Daerah yang akuntabel dan transparan. Akuntabilitas keuangan
merupakan pertanggungjawaban mengenai integritas keuangan, pengungkapan,
dan ketaatan terhadap peraturan perundangan-undangan.
Sasaran
pertanggungjawaban ini adalah laporan keuangan dan peraturan perundangundangan yang berlaku mencakup penerimaan, penyimpanan, dan pengeluaran
uang oleh instansi pemerintah sedangkan transparansi dibangun atas dasar
kebebasan memperoleh informasi yang dibutuhkan oleh masyarakat. Artinya,
informasi yang berkaitan dengan kepentingan publik secara langsung dapat
diperoleh oleh mereka yang membutuhkan.
Implementasinya adalah seluruh pertanggungjawaban atas pengelolaan
keuangan daerah hendaknya diwujudkan dalam bentuk laporan keuangan. Untuk
itu selaku entitas akuntansi, SKPD harus menyusun Laporan Keuangan yang
meliputi Neraca, Laporan Realisasi Anggaran, Laporan Operasional dan Laporan
Perubahan Ekuitas serta Catatan atas Laporan Keuangan. Kesemua laporan
tersebut harus disusun dan disajikan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintah
(SAP) berbasis akrual sebagaimana dipersyaratkan oleh PP No. 71 Tahun 2010
tentang Standar Akuntansi Pemerintah yang dinyatakan dalam bentuk Pernyataan
Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP).
Pengelolaan dan pelaporan keuangan daerah harus mencerminkan adanya
kemandirian entitas, yang berarti bahwa pemerintahan daerah sebagai entitas
pelaporan dan entitas akuntansi dianggap sebagai unit yang mandiri dan
mempunyai kewajiban untuk menyajikan laporan keuangan sehingga tidak terjadi
kekacauan antar unit pemerintahan dalam pelaporan keuangan. Salah satu indikasi
terpenuhinya asumsi ini adalah adanya entitas untuk menyusun anggaran dan
melaksanakannya dengan tanggung jawab penuh. Entitas juga bertanggung jawab
atas pengelolaan aset dan sumber daya di luar neraca untuk kepentingan yurisdiksi
tugas pokoknya, termasuk atas kehilangan atau kerusakan aset dan sumber daya
dimaksud, begitu juga dengan utang piutang yang terjadi akibat keputusan entitas,
serta terlaksana atau tidaknya program dan kegiatan yang telah ditetapkan.
Untuk itu setiap entitas akuntansi mempunyai kewajiban untuk
melaporkan upaya-upaya yang telah dilakukan serta hasil yang dicapai dalam
pelaksanaan kegiatan secara sistematis dan terstruktur pada suatu periode
pelaporan untuk kepentingan :
a) Akuntabilitas
Mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya serta pelaksanaan
kebijakan yang dipercayakan kepada entitas akuntansi dalam mencapai tujuan
yang telah ditetapkan secara periodik.
b) Manajemen
Membantu para pengguna untuk mengevaluasi pelaksanaan kegiatan suatu
entitas akuntansi dalam periode pelaporan sehingga memudahkan fungsi
perencanaan, pengelolaan dan pengendalian atas seluruh aset, kewajiban, dan
ekuitas pemerintah untuk kepentingan masyarakat.
c) Transparasi
Memberikan informasi keuangan yang terbuka dan jujur kepada masyarakat
berdasarkan pertimbangan bahwa masyarakat memiliki hak untuk mengetahui
secara terbuka dan menyeluruh atas pertanggungjawaban pemerintah dalam
pengelolaan sumber daya yang dipercayakan kepadanya dan ketaatannya pada
peraturan perundang-undangan.
d) Keseimbangan Antargenerasi (intergenerational equity)
Membantu para pengguna dalam mengetahui kecukupan penerimaan
pemerintah pada periode pelaporan untuk membiayai seluruh pengeluaran
yang dialokasikan dan apakah generasi yang akan datang diasumsikan akan
ikut menanggung beban pengeluaran tersebut.
e) Evaluasi Kinerja
Mengevaluasi kinerja entitas akuntansi, terutama dalam penggunaan sumber
daya ekonomi yang dikelola pemerintah untuk mencapai kinerja yang
direncanakan.
RAB DOWNLOAD 👇
0 comments:
Post a Comment