Sebuah blog yang berisi tentang teks khutbah (khutbah Jum'at, Idul Fitri, Idul Adha) Bahasa Indonesia dan Sunda, Proposal (PHBI, PHBN, Umum, LPJ dan RAB) dan materi ceramah



This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.



This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.



This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.



This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.



This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Monday, July 18, 2022

AMALIAH BULAN MUHARRAM

 AMALIAH BULAN MUHARRAM



Khutbah I

   الحَمْدُ للهِ الَّذِيْ خَلَقَ الزّمَانَ وَفَضَّلَ بَعْضَهُ عَلَى بَعْضٍ فَخَصَّ بَعْضُ الشُّهُوْرِ وَالأَيَّامِ وَالَليَالِي بِمَزَايَا وَفَضَائِلَ يُعَظَّمُ فِيْهَا الأَجْرُ والحَسَنَاتُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِي بِقَوْلِهِ وَفِعْلِهِ إِلَى الرَّشَادِ. اللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ علَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ مُحَمّدٍ وَعَلَى آلِه وأصْحَابِهِ هُدَاةِ الأَنَامِ في أَنْحَاءِ البِلاَدِ. أمَّا بعْدُ، فيَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا اللهَ تَعَالَى بِفِعْلِ الطَّاعَاتِ

Jamaah shalat Jumat hafidhakumullah,  

Tahun hijriah seperti juga tahun masehi merupakan bagian dari fenomena alam biasa. Secara ringkas, bila kalender masehi mendasarkan penghitungan pada peredaran bumi mengelilingi matahari, kalender hijriah mengacu pada peredaran bulan mengelilingi bumi. Karena itulah kita sering mendengar kalender hijriah disebut pula kalender qamariyah (qamar artinya bulan), sedangkan kalender masehi dikenal dengan sebutan kalender syamsiyah (syams artinya matahari). Dalam ilmu astronomi, kalender hijriah termasuk kategori kalender lunar, sementara kalender masehi termasuk kategori kalender lunar.   

Namun demikian, di balik posisinya sebagai gejala alam tersebut, terdapat keistimewaan-keistimewaan karena agama memang menjadikannya demikian. Islam mengajarkan bahwa ada kelebihan-kelebihan tertentu antara satu bulan dengan bulan yang lain dalam kalender hijriah. Sebagaimana firman Allah dalam Surat at-Taubah ayat 36:  

 إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِندَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ۚ ذَٰلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ  

 “Sesungguhnya jumlah bulan menurut Allah ialah dua belas bulan, (sebagaimana) dalam ketetapan Allah pada waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya ada empat bulan haram (mulia). Itulah (ketetapan) agama yang lurus."  

Ayat tersebut menjelaskan bahwa tidak semua bulan berkedudukan sama. Dalam Islam ada empat bulan utama di luar Ramadhan, yakni Dzulqa'dah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab. Karena kemuliaan bulan-bulan itulah, Islam menganjurkan pemeluknya untuk memanfaatkan momentum tersebut sebagai ikhtiar memperbanyak ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah. Mereka didorong untuk memperbanyak puasa, dzikir, sedekah, dan solidaritas kepada sesama.

Dalam Ihya’ Ulûmid-Dîn, Imam Al-Ghazali mengenalkan istilah al-ayyâm al-fâdhilah (hari-hari utama). Menurutnya, hari-hari utama selalu dijumpai dalam tiap minggu dan bulan. Al-Ghazali juga menyebut istilah al-asyhur al-fâdlilah (bulan-bulan utama). Bulan-bulan utama ini juga selalu dijumpai di tiap tahun.   

Waktu adalah salah satu dari makhluk Allah, seperti juga manusia, jin, dan binatang. Namun, sebagaimana ada tempat-tempat utama, seperti Muktazam, Masjid Nabawi, Masjidil Haram, dan lainnya, waktu pun demikian. Dalam tiap rentang waktu tertentu (hari, pekan, bulan, dan tahun) selalu terkandung bagian waktu yang diistimewakan, misalnya waktu antara maghrib dan isya, sepertiga malam terakhir, hari Jumat, bulan Ramadhan, bulan Muharram, dan lain sebagainya. Dalam waktu-waktu spesial itulah pahala bisa dilipatgandakan, dosa-dosa bisa dihapus, dan doa-doa kemungkinan besar dikabulkan.  

Jamaah shalat Jumat hafidhakumullah,  

Allah memang telah menganugerahi kita kesempatan-kesempatan emas yang demikian banyak. Allah mengutamakan waktu-waktu tertentu karena hendak memberi keutamaan pada hamba-hamba-Nya. Sebagaimana keterangan Ibnu ‘Asyur saat menafsirkan Surat at-Taubah ayat 36 tadi:

   وَاعْلَمْ أَنَّ تَفْضِيْلَ اْلأَوْقَاتِ وَالْبِقَاعِ يُشَبِّهُ تَفْضِيْلَ النَّاسِ، فَتَفْضِيْلُ النَّاسِ بِمَا يَصْدُرُ عَنْهُمْ مِنَ اْلأَعْمَالِ الصَّالِحَةِ، وَاْلأَخْلَاقِ اْلكَرِيْمَةِ  

“Ketahuilah bahwa dimuliakannya sejumlah waktu dan tempat tertentu merupakan kehendak dimuliakannya manusia, melalui perbuatan-perbuatan baik dan akhlak mulia yang mereka lakukan.” (Muhammad Ibnu ‘Asyur dalam at-Tharîr wat Tanwîr)  

Pernyataan Ibnu ‘Asyur mengandung pengertian bahwa kemuliaan bulan tertentu tidak mutlak berarti kemuliaan umat Islam secara otomatis. Kemuliaan umat Islam mengandung syarat, yakni ketika mereka mau mengisi waktu-waktu khusus tersebut dengan amal saleh dan akhlakul karimah.  

Keutamaan bulan-bulan khusus adalah satu hal, dan keutamaan pribadi orang-orang Islam adalah hal yang lain. Keistimewaan bulan Muharram adalah satu soal, sementara keistimewaan individu-individu kaum Muslimin adalah soal lain. Hal tersebut sangat tergantung bagaimana kita umat Islam merespons keutamaan-keutamaan yang diberikan Allah itu kepada kita: apakah mengisinya dengan baik atau tidak.  

Di antara amalan yang amat dianjurkan di bulan pertama kalender hijriah ini adalah puasa. Dalam hadits riwayat Ibnu Majah dijelaskan, "Seseorang datang menemui Rasulullah dan bertanya, ‘Setelah Ramadhan, puasa di bulan apa yang lebih afdhal?' Nabi menjawab, ‘Puasa di bulan Allah, yaitu bulan yang kalian sebut dengan Muharram.”  

Penyebutan Muharram sebagai “bulan Allah” (syahrullâh) menunjukkan posisi bulan ini yang amat spesial. Melalui riwayat Ibnu Majah pula, puasa pada hari ‘Asyura (10 Muharram) disebut sebagai bagian dari amalan untuk menghapus dosa-dosa setahun yang telah lewat. Selain 10 Muharram, puasa juga masih dianjurkan pada hari-hari lain di bulan ini.  

Amalan lain yang bisa digiatkan adalah meningkatkan solidaritas antarsesama. Kebanyakan umat Islam, utamanya di Indonesia, menjadikan momen Muharram sebagai “lebaran anak yatim” dengan memberikan santunan kepada anak-anak yang kehilangan orang tua dan secara ekonomi lemah. KH Shaleh Darat dalam Lathaifut Thaharah wa Asrarus Shalah mengistilahkan 10 Muharram sebagai bagian dari hari raya umat Islam yang layak diperingati dengan sedekah kepada fakir dan miskin.

Tentu saja menyantuni anak yatim atau membantu siapa pun yang butuh pertolongan tak terikat dengan waktu. Tapi Muharram adalah momen sangat baik untuk menunjukkan kepedulian sosial kita. Bulan mulia harus diisi dengan perbuatan mulia. Al-a‘mâl as-shâlihah wal akhlâq al-karîmah yang disebut Ibnu ‘Asyur harus hadir jika kita ingin meraih berkah keutamaan bulan Muharram. Pengertian amal saleh dan akhlak mulia amat luas, mencakup ibadah dengan Allah, berhubungan dengan masyarakat, atau sikap kita terhadap lingkungan alam kita.  

Bulan Muharram merupakan bulan yang bagus untuk mengawali tahun dengan perbuatan dan perangai positif. Muharram bisa dikatakan cerminan langkah awal kita untuk menapaki 11 bulan berikutnya di pembukaan tahun baru hijriah ini. Al-faqir mengajak kepada diri sendiri dan jamaah sekalian untuk memuliakan bulan ini dengan menjernihkan hati, membenahi perilaku, dan memperindah karakter kepribadian kita. 

   بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذِكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ وَإِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ، وَأَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم  

Khutbah II

   اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا   أَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوا اللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ   اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَاإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ  

FILE WORD DOWNLOAD👇
Share:

KEUTAMAAN BULAN MUHARRAM DAN PELAJARAN HIJRAH

 KEUTAMAAN BULAN MUHARRAM DAN PELAJARAN HIJRAH



KHUTBAH I

     اَلْحَمْدُ للهِ الْوَاحِدِ الْقَهَّارْ، اَلْعَزِيْزِ الْغَفَّارْ، مُكَوِّرِ اللَّيْلِ عَلَى النَّهَارْ، تَذْكِرَةً لِأُولِى الْقُلُوْبِ وَالْأَبْصَارْ، وَتَبْصِرَةً لِّذَوِي الْأَلْبَابِ وَالْاِعْتِبَارْ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِٰلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهْ الْمَلِكُ الْغَفَّارْ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ  سَيِّدُ الْخَلاَئِقِ وَالْبَشَرْ. اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَأٰلِهِ وَصَحْبِهِ الْأَطْهَارْ. أَمَّا بَعْدُ   فَيَآأَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ! أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ فَقَدْ فَازَ مَنِ اتَّقَى. فَقَالَ اللهُ تَعَالَى فِيْ كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ فِيْ سُوْرَةِ الْبَقَرَةِ: أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ،  بِسْمِ ٱللّٰهِ ٱلرَّحْمٰنِ ٱلرَّحِيمِ     إِنَّ الَّذِيْنَ اٰمَنُوا وَالَّذِيْنَ هَاجَرُوا وَجَٰهَدُوا فِيْ سَبِيْلِ اللهِ أُولَٓئِكَ يَرْجُوْنَ رَحْمَتَ اللهِۚ وَاللهُ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ    

Saudara-saudara Kaum Muslimin, jamaah shalat Jumat yang dirahmati Allah, Bulan Muharram adalah satu di antara bulan-bulan yang mulia (al-asyhur al-hurum), yang diharamkan berperang di bulan ini. Ia dipandang bulan yang utama setelah bulan Ramadhan. Oleh karenanya, kita disunnahkan berpuasa terutama pada hari ‘Asyura, yakni menurut pendapat mayoritas ulama, tanggal 10 Muharram. Di antara fadhilah bulan Muharram, adalah ia dipilih oleh Allah subhanahu wata’ala sebagai momen pengampunan umat Islam dari dosa dan kesalahan.   

Keistimewaan bulan Muharram ini lebih lanjut karena dipilih sebagai awal tahun dalam kalender Islam. Untuk itu, marilah kita bersama-sama mengulas kembali sejarah tahun baru Hijriah, yakni sejarah penanggalan atau penetapan kalender Islam, yang diawali dengan 1 Muharram. Mengapa para sahabat memilih bulan Muharram sebagai awal penanggalan Islam? 

Dalam kitab Shahih al-Bukhari, pada kitab Manâqib al-Anshâr (biografi orang-orang Anshar) pada Bab Sejarah Memulai Penanggalan, disebutkan,

    عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ قَالَ مَا عَدُّوْا مِنْ مَبْعَثِ النَّبِيِّ ﷺ وَلَا مِنْ وَفَاتِهِ مَا عَدُّوْا إِلَّا مِنْ مَقْدَمِهِ الْمَدِينَةَ  

“Dari Sahl bin Sa’d ia berkata: mereka (para sahabat) tidak menghitung (menjadikan penanggalan) mulai dari masa terutusnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan tidak pula dari waktu wafatnya beliau, mereka menghitungnya mulai dari masa sampainya Nabi di Madinah”. 

Hal itu dilakukan meskipun tidak diketahui bulan kehadirannya itu, karena sejarah itu sebenarnya merupakan awal tahun. Sebagian sahabat berkata pada ‘Umar, ”Mulailah penanggalan itu dengan masa kenabian”; sebagian berkata: ”Mulailah penanggalan itu dengan waktu hijrahnya Nabi”. ‘Umar berkata, ”Hijrah itu memisahkan antara yang hak (kebenaran) dan yang batil, oleh karena itu jadikanlah hijrah itu untuk menandai kalender awal tahun Hijriah”.   

Ma’âsyiral muslimîn hafidhakumullâh, Setelah para sahabat sepakat mengenai peristiwa hijrah dijadikan sebagai awal penanggalan Islam, ada sebagian sahabat yang berpendapat bahwa untuk awal bulan Hijriyah itu: ”Mulailah dengan bulan Ramadhan”, tetapi ‘Umar radliyallahu 'anh berpendapat: ”Mulailah dengan Muharram”, itu karena Muharram merupakan masa selesainya umat Islam dari menunaikan hajinya. Lalu disepakatilah tahun baru hijriah itu dimulai dengan bulan Muharram.  

Ibn Hajar dalam kitab Fath al-Bârî Syarah Kitab Shahîh al-Bukhârî mengatakan bahwa:   

"Sebagian sahabat menghendaki awal tahun baru Islam itu dimulai dengan hijrahnya Nabi, itu sudah tepat. Ia melanjutkan, ada empat hal atau pendapat yang mungkin dapat dijadikan sebagai awal penanggalan Islam, yaitu masa kelahiran Nabi (maulid al-Nabi), masa diutusnya Nabi, masa hijrahnya Nabi, dan masa wafatnya Nabi. Tetapi pendapat yang diunggulkan adalah menjadikan awal tahun baru itu dimulai dengan hijrah karena masa maulid dan masa kenabian itu keduanya tidaklah terlepas dari kontradiksi atau pertentangan pendapat dalam menentukan tahun. Adapun waktu wafatnya beliau itu, banyak tidak dikehendaki oleh para sahabat untuk dijadikan sebagai awal tahun, karena mengingat masa wafatnya Nabi justru menjadikan kesedihan bagi umat. Jadi kemudian pendapat dan pilihan itu jatuh pada peristiwa hijrah. Kemudian mengenai tidak dipilihnya bulan Rabiul Awal sebagai awal tahun tetapi justru dipilih bulan Muharram sebagai awal tahun karena awal komitmen berhijrah itu ada pada bulan Muharram, sehingga cocoklah hilal atau awal bulan Muharram itu dijadikan sebagai awal tahun baru Islam.”   

Ma’âsyiral muslimîn hafidhakumullâh,

Menurut satu pendapat, ada banyak hikmah dipilihnya peristiwa hijrah sebagai penanda Kalender Islam, Tahun Baru Hijriah. Di antaranya adalah dengan peristiwa hijrah itu, umat Islam mengalami pergeseran dan peralihan status: dari umat yang lemah kepada umat yang kuat; dari perceraiberaian atau perpecahan kepada kesatuan negara; dari siksaan yang dihadapi mereka dalam mempertahankan agama kepada dakwah dengan hikmah dan penyebaran agama; dari ketakutan disertai dengan kesukaran kepada kekuatan dan pertolongan yang menenteramkan; dan dari kesamaran kepada keterang-benderangan. Di samping itu, dengan adanya hijrah itu terjadi peristiwa sungguh penting antara lain, perang Badar, Uhud, Khandaq dan Perjanjian Hudaibiyah (Shulh al-Hudaibiyah), dan setelah 8 (delapan) tahun Nabi shallallahu 'alaihi wasallam hijrah di Madinah, beliau kembali ke Makkah al-Mukarramah dengan membawa kemenangan yang dikenal dengan Fath Makkah. Itulah peristiwa-peristiwa yang penting kita ingat. Oleh karena itulah, Al-Quran menjadikan hijrah itu sebagai sebuah pertolongan. Al-Quran mengingatkan kita:

  إِلَّا تَنْصُرُوْهُ فَقَدْ نَصَرَهُ اللهُ إِذْ أَخْرَجَهُ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا ثَانِيَ اثْنَيْنِ إِذْ هُمَا فِي الْغَارِ إِذْ يَقُوْلُ لِصَٰحِبِهِۦ لَا تَحْزَنْ إِنَّ اللهَ مَعَنَاۖ فَأَنْزَلَ اللهُ سَكِيْنَتَهٗ عَلَيْهِ وَأَيَّدَهٗ بِجُنُوْدٍ لَمْ تَرَوْهَا وَجَعَلَ كَلِمَةَ الَّذِيْنَ كَفَرُوا السُّفْلَٰىۗ وَكَلِمَةُ اللَّهِ هِيَ الْعُلْيَاۗ وَاللهُ عَزِيْزٌ حَكِيْمٌ  

“Jika kamu tidak menolongnya (Muhammad), sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir mengusirnya (dari Mekah); sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, ketika itu dia berkata kepada sahabatnya: ”Jangan engkau bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita.” Maka Allah menurunkan ketenangan kepadanya (Muhammad) dan membantu dengan bala tentara (malaikat-malaikat) yang tidak terlihat olehmu, dan Dia menjadikan seruan orang-orang kafir itu rendah. Dan firman Allah itulah yang tinggi. Allah Mahaperkasa Mahabijaksana” (QS. Al-Taubah [9]: 40).  

Allah pun telah memuji orang-orang yang berhijrah, dan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. setelah hari kemenangan Fath Makkah bersabda: 

   لاَ هِجْرَةَ بَعْدَ الْفَتْحِ وَلَكِنْ جِهَادٌ وَنِيَّةٌ وَإِذَا اسْتُنْفِرْتُمْ فَانْفِرُوْا (مُتَّفّقٌ عَلَيْه). وَمَعْنَاهُ:لاَ هِجْرَةَ مِنْ مَكَّةَ لِأَنَّهَا صَارَتْ دَارَ إِسْلاَمٍ  

”Tidak ada hijrah setelah penaklukan kota Makkah, akan tetapi jihad dan niat, dan jika kalian diminta untuk pergi berjihad maka pergilah” (Muttafaq ‘alaih dari jalur ‘Aisyah radliyallahu ‘anha) Maknanya: Tidak ada hijrah dari Makkah karena dia telah menjadi negeri Islam.   

Hijrahnya Rasul dari Makkah ke Madinah yang terjadi pada tahun 622 M., bukanlah sekadar peristiwa dalam sejarah Islam, tetapi banyak petuah dan pelajaran berharga bagi kita, yang terpenting di antaranya adalah bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ketika keluar dari Makkah berhijrah menuju Madinah itu tidaklah dalam keadaan membenci penduduk Makkah, justru beliau cinta kepada penduduk Makkah. Oleh karena itu ketika beliau keluar meninggalkan Makkah beliau berkata:

وَاللهِ إِنَّكِ لَخَيْرُ أَرْضِ اللهِ وَأَحَبُّ أَرْضِ اللهِ إِلَى اللهِ، وَلَوْلَا أَنِّيْ أُخْرِجْتُ مِنْكِ مَا خَرَجْتُ (رواه الترميذي والنسائي عن عبد الله بن عدي بن حمراء رضي الله عنه)  

Artinya ”Demi Allah, sungguh kamu (Makkah) adalah sebaik-baik bumi Allah, dan bumi Allah yang paling dicintai Allah, seandainya aku tidak dikeluarkan darimu (Makkah) maka tiadalah aku keluar --darimu.” (HR. al-Tirmidzi, al-Nasa’i, Ibn Mâjah dll, dari ‘Abdullâh bin ‘Addî bin Hamrâ’ radliyallahu ‘anhum).   

Ini menunjukkan betapa kecintaan beliau kepada Makkah dan penduduk Makkah, sebagaimana maqalah populer menyatakan hubbul wathan minal iman, cinta tanah air adalah ekspresi kesempurnaan iman.  

Dan satu hal yang penting dalam hijrah adalah bahwa hijrah itu adalah bermakna luas, sebagaimana disebutkan dalam hadits yang mulia bahwa:   

 وَالْمُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ مَا نَهَى اللهُ عَنْهُ (رواه البخاري)  

Artinya: ”Orang yang berhijrah itu adalah orang yang berhijrah, meninggalkan apa-apa yang dilarang oleh Allah” (HR. al-Bukhârî).   

Hijrah di sini bermakna luas, meninggalkan adat atau tradisi fanatisme kesukuan, dan menegaskan hijrah itu meninggalkan dari segala yang dilarang oleh Allah dan yang di dalamnya membahayakan manusia.  

Ma’âsyiral muslimîn hafidhakumullâh,  

Berdasarkan keterangan tersebut, dapat diambil kesimpulan berkaitan dengan memuliakan bulan Muharram dan memperingati tahun baru Hijrah. Bahwa  dalam memuliakan dan memperingati tahun baru Hijriah harus memperhatikan hikmah atau pelajaran yang berharga dari peristiwa hijrahnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabatnya, yang dapat disebutkan dalam tujuh poin penting berikut ini:  

·         Hijrah itu adalah perpindahan dari keadaan yang kurang mendukung dakwah kepada keadaan yang mendukung.  

·         Hijrah itu adalah perjuangan untuk suatu tujuan yang mulia, karenanya memerlukan kesabaran dan pengorbanan.  

·         Hijrah itu adalah ibadah, karenanya motivasi atau niat adalah untuk kebaikan dan kemaslahatan.  

·         Hijrah itu harus untuk persatuan dan kesatuan, bukan perpecahan.  

·         Hijrah itu adalah jalan untuk mencapai kemenangan.  

·         Hijrah itu mendatangkan rezeki dan rahmat Allah.  

·         Hijrah itu adalah teladan Nabi dan para sahabat yang mulia, yang seyogianya kita ikuti.  

Kaum Muslimin yang dikasihi Allah,

Demikianlah keistimewaan bulan Muharram dan poin-poin penting dari hikmah hijrah. Sebagai penutup khutbah ini, marilah kita renungkan firman Allah dalam surat al-Anfâl (8) ayat 74:  

 وَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَهَاجَرُوْا وَجَاهَدُوْا فِيْ سَبِيْلِ اللهِ وَالَّذِيْنَ اٰوَوْا وَنَصَرُوْاۧ أُوْلَٓئِكَ هُمُ الْمُؤْمِنُوْنَ حَقًّاۗ لَّهُم مَّغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيْمٌ  

Artinya: Dan orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah, dan orang-orang yang memberi tempat kediaman dan memberi  pertolongan (kepada orang muhajirin), mereka itulah orang yang benar-benar beriman. Mereka memperoleh ampunan dan rezeki (nikmat) yang mulia.  

Demikian khutbah ini semoga bermanfaat. Semoga kita, keluarga kita, masyarakat kita, dan bangsa kita Indonesia, dapat berhijrah kepada kebaikan dan kemuliaan. Amin. 

   بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ بِاْلُقْرءَانِ اْلعَظِيْمِ وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بمَا  فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ اْلغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ  

 

KHUTBAH II  

 نَحْمَدُ اللهَ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ، وَنَعُوْذُ بِهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئاَتِ أَعْمَالِنَا. أَشْهَدُ أَنْ لَاۧ إِٰلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهْ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.  اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ نَبِيِّ الرَّحْمَةْ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ مِنْ يَوْمِنَا هَذَا إِلَى يَوْمِ النَّهْضَةْ . أَمَّا بَعْدُ. أَيُّهَا النَّاسُ! أُوْصِيْكُمْ بتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ   فَقَالَ تَعَالَى مُخْبِرًا وَأٰمِرًا: إِنَّ اللهَ وَمَلَآئِكَتَهٗ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ يَآأَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا   اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلٰى أٰلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ  وَبَارَكْتَ عَلٰى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلٰى أٰلِ سَيِّدِنَا إِبْراهَيْمَ فِي الْعٰلَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ، بِرَحْمَتِكَ يَآ أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ   اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالمْؤُمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ اَلْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ إِنَّكَ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ يَا قَاضِيَ الْحاَجاَتِ. اَللّٰهُمَّ أَعِزَّ الِإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ. اَللّٰهُمَّ أَصْلِحْ وُلاَةَ الْمُسْلِمِيْنَ بِمَا فِيْهِ صَلاَحُ الِإِسْلاَمِ وَالْمُسْلِمِيْنَ. رَبَّنَا أتِنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً وَهَيِّءْ لَنَا مِنْ أَمْرِنَا رَشَدًا. رَبَّناَ لاَ تُزِغْ قُلُوْبَنَا بَعْدَ اِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ. رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَّاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِيْنَ إِمَامًا. رَبَّنَا أتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَّفِي اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَّقِنَا عَذَابَ النَّارِ   عِبَادَ اللهْ! إِنَّ اللهَ يَعْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتَاۤءِ ذِي اْلقُرْبَىٰ وَيَنْهَىٰ عَنِ اْلفَخْشَآءِ وَالْمُنْكَرِ وَاْلبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ،  فَاذْكُرُوااللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلَى نِعَمٍ يَّزِدْكُمْ وَاسْئَلُوْا مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ

FILE WORD DOWNLOAD👇 
Share:

MENELADANI DAKWAH NABI MUSA AS PADA BULAN MUHARRAM

 MENELADANI DAKWAH NABI MUSA AS PADA BULAN MUHARRAM



KHUTBAH I

   اَلْحَمْدُ للهِ، اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ جَعَلَ نَبِيَّهُ مُوْسَى كَلِيْمًا، أَشْهَدُ أَنْ لَا اِلَهَ اِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ رَبُّ مَنِ اتَّقَى وَعَصَى، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الْمُجْتَبَى الْمُصْطَفَى، اَللَّهُمَّ فَصَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ خَيْرِ الْوَرَى، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ الَّذِيْنَ هُمْ أَهْلُ الصِّدْقِ وَالْوَفَاءِ    أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ، أُوْصِيْنِيْ نَفْسِيْ وَإِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللهِ، فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ   قال الله تعالى فى كتابه الكريم، وَإِنِّي لَغَفَّارٌ لِمَنْ تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا ثُمَّ اهْتَدَى

Hadirin jamaah Jumat rahimakumullaah,

Sebagaimana kisah yang sudah populer di kalangan umat Islam, pada masa awal Rasulullah hijrah ke Madinah, Nabi Muhammad melihat orang-orang Yahudi tengah melakukan puasa Asyura’. Seperti hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas:

   قَدِمَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ المَدِينَةَ

Pada saat Nabi datang ke Madinah

  فَرَأَى اليَهُودَ تَصُومُ يَوْمَ عَاشُورَاءَ،

“Kemudian Nabi melihat orang Yahudi sedang melakukan puasa hari Asyura’.”

فَقَالَ: مَا هَذَا؟ 

“Nabi lalu bertanya, ‘Sedang puasa apa ini?’”

قَالُوا: هَذَا يَوْمٌ صَالِحٌ هَذَا يَوْمٌ نَجَّى اللَّهُ بَنِي إِسْرَائِيلَ مِنْ عَدُوِّهِمْ، فَصَامَهُ مُوسَى، ـ

“Orang-orang di sekitar Nabi itu pun menjawab, ‘Hari ini hari baik. Yakni hari di mana Allah menyelamatkan Bani Israil dari musuh mereka (Fir’aun dan bala tentaranya). Dengan begitu Nabi Musa berpuasa atas hari itu’.”

 قَالَ: فَأَنَا أَحَقُّ بِمُوسَى مِنْكُمْ 

“Kata Nabi, ‘Kalau begitu, saya sebenarnya lebih berhak meniru Nabi Musa daripada kalian semua’.”

 فَصَامَهُ، وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ

“Mulai saat itu, Nabi berpuasa dan beliau menyuruh orang-orang melaksanakan puasa.” (HR Bukhari)

Hadirin rahimakumullaah,

Hadits di atas, juga hadits-hadits lain yang mirip, membicarakan  tentang puasa Asyura’ dalam konteks Rasulullah sebelum mendapatkan wahyu untuk puasa Ramadhan. Namun, setelah turun wahyu puasa Ramadhan, Nabi memberikan kebebasan kepada para sahabat, pada hari Asyura’ tersebut mau puasa ataupun tidak. Bebas memilih.   

Yang menjadi pokok pembahasan kali ini adalah kaitan eratnya dengan Bani Israil dan Nabi Musa. Yang perlu diketahui bahwa Bani Israil yang diceritakan dalam Al-Qur’an bukan Israel sebagai sebuah negara yang sekarang tengah konflik dengan Palestina. Ketika ada penyebutan Bani Israil dalam Al-Qur’an maka yang dimaksud adalah keturunan Nabi Ya’qub bin Ishaq ‘alaihimas salam.   

Bani Israil inilah yang disebut sebagai kaum Nabi Musa yang diselamatkan dari kejaran Fir’aun dan bala tentaranya. Sedangkan Musa yang dimaksud dalam hadits di atas adalah Musa, seorang nabi yang menjadi saudara laki-laki Nabi Harun yang masing-masing adalah sama-sama dimusuhi Fir’aun. Ada nama Musa lain selain Nabi Musa saat itu, yaitu Musa as-Samiriy yang mengajak orang-orang menyembah anak sapi.  

Terselamtkannya Nabi Musa dari kejaran Fir’aun merupakan satu hal yang sangat heroik atas karunia Allah subhanahu wa ta’ala yang sampai-sampai, dalam rangka mensyukuri nikmat itu, kita sampai sekarang masih disunnahkan puasa tanggal 10 bulan Muharram atau dikenal sebagai puasa hari Asyura’.   

Mengapa begitu heroik?

Karena pada saat Nabi Musa diperintahkan oleh Allah untuk mendakwahi Fir’aun, berakhir dengan perlawanan sengit dari kubu Fir’aun sampai Nabi Musa lari bersama umatnya yang beriman. Fir’aun pun mengejar sampai Nabi Musa tiba di tepi pantai. Ia sudah tidak punya pilihan. Mau mau ke depan, sudah ada lautan di depan mata. Mau mundur, Fir’aun dan pasukannya mengejar dari belakang yang apabila putar balik berarti bunuh diri.   

Pada saat inilah, tawakkal Nabi Musa berada di puncak tawakkal. Ia sudah menyerahkan diri dan umat sepenuhnya kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas apa yang akan terjadi. Pada akhirnya Allah memerintahkan Musa memukulkan tongkatnya. Tongkat Musa bukan tongkat yang berteknologi canggih, juga tanpa diwiridkan atau didoakan khusus sehingga bertuah. Tidak. Tongkat yang dibawa Musa adalah tongkat yang biasa membantunya dalam perjalanan. Tongkat yang ia pegang juga biasa ia buat untuk mengembala kambing. Artinya tongkat ini bukan tongkat istimewa.   

Lalu bagaimana tongkatnya bisa membelah lautan?   

Karena Allah yang memerintahkan. Tongkat yang semula tidak hebat, bisa berubah menjadi hebat. Lautan, yang secara normal jika dilewati tanpa menggunakan kendaraan khusus, akan tenggelam. Namun Allah berkehendak lain. Ketika tongkat yang biasa dibuat mengembala kambing milik Musa dipukulkan ke laut, laut pun menjadi terbelah. Bisa dilewati Musa dan Bani Israil. Dan anehnya, saat Fir’au dan pasukannya ingin menyusul melewati lautan itu, ketika di tengah-tengah, Allah berubah menenggelamkan mereka sedangkan Musa dan kaumnya semuanya selamat.   

Hadirin rahimakumullaah

Kita tahu bahwa Nabi Musa adalah manusia yang hebat. Tubuhnya sangat kekar, kuat. Hal ini terlihat ketika Nabi Musa saat memisah antara kaumnya dengan salah satu dari kaumnya Fir’aun yang sedang berkelahi dengan kaumnya, Nabi Musa hanya memukul sekali saja kepada orang yang tersebut, langsung wafat.

وَدَخَلَ الْمَدِينَةَ عَلَى حِينِ غَفْلَةٍ مِنْ أَهْلِهَا فَوَجَدَ فِيهَا رَجُلَيْنِ يَقْتَتِلَانِ هَذَا مِنْ شِيعَتِهِ وَهَذَا مِنْ عَدُوِّهِ فَاسْتَغَاثَهُ الَّذِي مِنْ شِيعَتِهِ عَلَى الَّذِي مِنْ عَدُوِّهِ فَوَكَزَهُ مُوسَى فَقَضَى عَلَيْهِ قَالَ هَذَا مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ عَدُوٌّ مُضِلٌّ مُبِينٌ  

Artinya: “Dan dia (Musa) masuk ke kota (Memphis) ketika penduduknya sedang lengah, maka dia mendapati di dalam kota itu dua orang laki-laki sedang berkelahi yang seorang dari golongannya (Bani Israil) dan yang seorang (lagi) dari pihak musuhnya (kaum Fir’aun). Orang yang dari golongannya meminta pertolongan kepadanya, untuk (mengalahkan) orang dari pihak musuhnya. Lalu Musa meninjunya, dan mati lah musuhnya itu. Dia (Musa) berkata ‘Ini adalah perbuatan setan. Sungguh dia (setan itu) adalah musuh yang jelas menyesatkan.” (QS Al-Qashash: 15)   

Hadirin rahimakumullaah

Kekuatan tubuh Nabi Musa, selain sudah terbukti ketika ia meninju sekali saja kepada seseorang langsung wafat, juga terbukti ketika Nabi Musa menemukan dua gadis yang sedang menggembala kambing dan kemudian Nabi Musa menolongnya dengan cara mengangkatkan bongkahan batu yang sangat besar. Di balik bongkahan batu yang sangat besar tersebut terdapat dua belas mata air yang cukup dibuat minum 12 kelompok kambing dari 12 pengembala yang sebelumnya hanya antri untuk mendapatkan air lewat satu mata air.   

Kekuatan Nabi Musa yang kuat seperti ini diakui oleh putri Nabi Syuaib. Dalam Al-Qur’an dikatakan:

   قَالَتْ إِحْدَاهُمَا يَا أَبَتِ اسْتَأْجِرْهُ إِنَّ خَيْرَ مَنِ اسْتَأْجَرْتَ الْقَوِيُّ الْأَمِينُ 

Artinya: “Dan salah seorang dari kedua (perempuan) itu berkata, ‘wahai ayahku! Jadikanlah dia sebagai pekerja (pada kita). Sesungguhnya orang yang paling baik yang engkau ambil sebagai pekerja (pada kita) ialah orang yang kuat dan dapat dipercaya. (QS Al-Qashash: 26)   

Pada ayat di atas, Nabi Musa disebutkan sebagai al-qawiyyul amin, orang kuat dan dapat dipercaya. Meskipun Nabi Musa perkasa sedemikian rupa, ketika ia diperintah Allah untuk mendatangi dan mendakwahi Fir’aun, Nabi Musa sempat minder. 

  قَالَا رَبَّنَا إِنَّنَا نَخَافُ أَنْ يَفْرُطَ عَلَيْنَا أَوْ أَنْ يَطْغَى (45) ـ  

Artinya: “Keduanya berkata, ‘Ya Tuhan kami, sungguh, kami khawatir dia akan segera menyiksa kami atau akan bertambah melampaui batas.’.”    Kekahawatiran Nabi Musa dijawab oleh Allah 

  قَالَ لَا تَخَافَا إِنَّنِي مَعَكُمَا أَسْمَعُ وَأَرَى (46) ـ  

Artinya: “Dia (Allah) berfirman ‘Janganlah kamu berdua khawatir, sesungguhnya Aku bersama kamu berdua. Aku mendengar dan melihat.’.” (QS Thaha: 45-46)   

Hadirin…. 

Walaupun Nabi Musa sempat minder, namun karena Allah sudah menyatakan akan membersamainya, nanti, ketika Nabi Musa usahanya sudah mentok, di saat tawakkalnya sudah memuncak, Allah akan turun tangan dengan caranya sendiri.   

Dengan adanya kisah di atas, dapat kita ambil pelajaran. Sekuat apa pun power yang kita miliki di dunia ini, dalam urusan dakwah, terdapat kemungkinan ada kekuatan yang lebih besar yang melawan, jika dilihat di atas kertas, bisa jadi kita akan kalah. Namun kekuatan besar yang menghalang-halangi dakwah atau kebaikan-kebaikan kita, apabila kita sampai pada puncak tawakkal kepada Allah, insyaallah Allah akan memberikan pertolongan dengan cara-Nya sendiri yang terkadang dari sesuatu yang tidak pernah kita dua sebelumnya. Sebagaimana Nabi Musa yang atas tongkatnya, Nabi Musa tidak pernah menduga dengan tongkat tersebut, akan bisa membelah lautan. Padahal hanya dengan tongkat saja, tidak melalui kekuatan tubuh Musa, bukan. Tapi atas kemauan Allah subhanahu wa ta’ala.   

Maka, demikian lah kisah kemenangan Nabi Musa atas Fir’aun yang sedemikian rumit, dahulu, peristiwa tersebut terjadi pada tanggal 10 Muharram. Dan kita diajarkan Nabi Muhammad untuk ikut-ikut mensyukuri kenikmatan kemenangan tersebut dengan cara berpuasa sunnah hari Asyura’. Wallahu a’lam bish shawab.   

 بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَجَعَلَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَاِت وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. إِنَّهُ هُوَ البَرُّ التَّوَّابُ الرَّؤُوْفُ الرَّحِيْمُ. أعُوذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطانِ الرَّجِيْم، بسم الله الرحمن الرحيم، وَالْعَصْرِ (١) إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ (٢) إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ (٣) ـ   وَقُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنْتَ أَرْحَمُ الرّاحِمِيْنَ ـ 


Khutbah II

   اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِي إلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا   أَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوا اللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ الْمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ   اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ، اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَالْمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ الْمُوَحِّدِينْ، وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَائَكَ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَأَعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَسُوْءَ اْلفِتَنِ وَاْلمِحَنِ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خَآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَالْمُنْكَرِ وَاْلبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ  
FILE WORD DOWNLOAD DI👇
Share:

Thursday, July 7, 2022

(DOC) TEKS KHUTBAH IDUL ADHA, MAKNA DIBALIK IBADAH HAJI

                   TEKS KHUTBAH IDUL ADHA: MAKNA DI BALIK IBADAH HAJI


KHUTBAH I

 اَللهُ أَكْبَرُ  9X. اَللهُ أَكْبَرْ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً، لَاإِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ، صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَأَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ الْأَحْزَابَ وَحْدَهُ، لاَإِلهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ وَللهِ اْلحَمْدُ.  الحَمْدُ لِلهِ الَّذِيْ خَلَقَ الزّمَانَ وَفَضَّلَ بَعْضَهُ عَلَى بَعْضٍ فَخَصَّ بَعْضُ الشُّهُوْرِ وَالأَيَّامِ وَالَليَالِي بِمَزَايَا وَفَضَائِلَ يُعَظَّمُ فِيْهَا الأَجْرُ والحَسَنَاتُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى بِقَوْلِهِ وَفِعْلِهِ إِلَى الرَّشَادِ. اللّهُمَّ صَلّ وسّلِّمْ علَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ مُحَمّدٍ وِعَلَى آلِه وأصْحَابِهِ هُدَاةِ الأَنَامِ في أَنْحَاءِ البِلاَدِ. أمَّا بعْدُ، فيَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا اللهَ تَعَالَى بِفِعْلِ الطَّاعَاتِ. قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ. فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ. إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ

Jamaah shalat Idul Adha rahimakumullah,

Bulan Dzulhijjah termasuk salah satu dari empat bulan haram (asyhurul hurum) di dalam Islam. Tiga lainnya adalah Dzulqa’dah, Muharram dan Rajab. Keistimewaan Dzulhijjah ditandai dengan adanya ibadah-ibadah tertentu yang tidak boleh dilakukan umat Islam di bulan lainnya, yakni haji dan qurban. Secara etimologi dzulhijjah merupakan frasa yang terdiri dari kata dzû (memiliki) dan al-hijjah (haji) karena hanya di bulan ke-12 dalam kalender hijriyyah ini, ada pelaksanaan ibadah haji.

Haji adalah rukun Islam yang kelima. Karena masuk rukun atau pondasi, ibadah ini tentu bukan ibadah yang enteng. Ia wajib dilakukan oleh setiap orang yang mampu. Kemampuan ini meliputi mampu secara fisik, biaya, juga keamanan. Dengan kata lain, ketika seseorang sudah punya biaya yang mencukupi, fisik yang memadai, dan kondisi keamanan yang memungkinkan ia sampai ke Tanah haram, maka melaksanakan ibadah tersebut hukumnya wajib.

Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an Surah Ali Imran ayat 97:

 وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ

Artinya: “Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu bagi orang yang mampu mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barang siapa mengingkari kewajiban haji, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.”

Ibadah haji juga terkadang ada kaitannya dengan pengalaman spiritual orang. Karena banyak orang Muslim kaya tak kunjung melaksanakan ibadah haji. Sebaliknya, banyak orang yang pendapatannya rendah, justru diberi kemampuan dan kemauan untuk menunaikan ibadah haji. Semangat dan pengalaman batin seseorang sangats berpengaruh pada seberapa kuat niat berhaji itu tumbuh.

Jamaah shalat Idul Adha rahimakumullah,

Dalam ibadah haji, banyak ritual atau manasik yang tak bisa langsung ditangkap alasannya secara logika. Jika kita diperintah untuk berpuasa Ramadhan tiap tahun, orang bisa menjelaskan secara rasional dari sudut pandang kesehatan. Demikian halnya dengan perintah zakat, yang bisa dinalar alasannya secara sosial dan ekonomi, yakni supaya harta tidak sekedar berputar pada segelintir orang kaya saja. Adapun ibadah haji. Rukun Islam kelima dalam Islam ini sarat ritual-ritual yang bisa diketahui dengan cara memosisikannya sebagai simbol-simbol yang penuh makna.

Pertama, makna tauhid. Makna ini tersirat dalam posisi Ka’bah sebagai pusat kedatangan para tamu Allah dari berbagai belahan bumi. Jutaan orang dari berbagai belahan dan bangsa berkumpul dalam satu titik, tanpa dibeda-bedakan satu Negara dengan lainnya. Ini adalah tanda bahwa tujuan dari keseluruhan hidup ini adalah satu, yakni Allah . Penamaan Ka’bah sebagai “baitullah” (rumah Allah) harus dipahami dalam makna tersebut, bukan Allah SWT bersemayam di Ka’bah.

Begitu pula dengan Hajar Aswad (batu hitam) yang berada di sudut timur laut Ka'bah. Keberadaannya yang tinggi hingga orang-orang berebut untuk menyentuh dan menciumnya tidak boleh membuat mereka sampai menyembahnya. Anjuran menyentuh dan mencium Hajar Aswad muncul sekadar karena mengikuti sunnah Rasulullah SAW. Sebagaimana dikatakan Sayyidina Umar bin Khattab ra.:

 إِنِّي أَعْلَمُ أَنَّكَ حَجَرٌ، لاَ تَضُرُّ وَلاَ تَنْفَعُ، وَلَوْلاَ أَنِّي رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُقَبِّلُكَ مَا قَبَّلْتُكَ

Artinya: “Sungguh aku tahu, engkau hanyalah batu. Tidak bisa mendatangkan bahaya atau manfaat apa pun. Andai saja aku ini tak pernah sekalipun melihat Rasulullah shallahu alaihi  wa sallam menciummu, aku pun enggan menciummu.” (HR: Bukhari) 

Kedua, makna kemanusiaan. Pakaian ihram yang dipakai orang-orang saat memulai haji adalah tanda kesamaan dan kesetaraan semua manusia. Dalam ihram seluruh pakaian disunnahkan berwarna putih. Bagi jamaah haji laki-laki bahkan tidak boleh memakai semua pakaian berjahit dan menggantinya dengan hanya dua helai kain. Kaum laki-laki dilarang memakai topi atau peci, sedangkan jamaah perempuan dilarang mengenakan cadar. Ritual ini sebagai tanda kesatuan identitas manusia sebagai hamba Allah, dan melepaskan identitas-identitas selainnya, seperti suku, ras, nasab, jabatan politik, kelas ekonomi, dan ketokohan. Pemulung, selebritis, ulama, menteri, atau presiden datang ke Tanah Suci sebagai hamba Allah, bukan sebagai orang dengan kedudukan duniawinya.

Makna kedua ini sekaligus menguatkan makna pertama, yakni nilai tauhid. Konsekuensi dari menjunjung tinggi tauhid adalah mengakui bahwa tidak ada yang lebih dimuliakan dan diagungkan selain Allah . Manusia pada dasarnya berada dalam kesetaraan. Standar derajatnya hanya bisa dinilai dari sudut pandang Allah, melalui sejauh mana ketakwaannya. Manusia paling mulia adalah mereka yang paling takwa kepada Allah . Sebagaimana firman Allah SWT :

 يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

Artinya: “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha-Mengetahui lagi Maha-Mengenal.” (QS al-Hujurat: 13)

Bukan hanya pakaian-pakaian “kehormatan” duniawi yang dilepas, jamaah haji dari berbagai bangsa dan negara juga bersama-sama meninggalkan tempat asalnya untuk berkumpul di maqom yang sama. Pemandangan ini tampak jelas ketika mereka sedang bersama-sama wukuf di Arafah. Mereka harus diam di tempat yang sama dan di bawah terik matahari yang sama. Ini sebagai tanda bahwa sesungguhnya manusia—siapa pun itu—pada ujungnya akan kembali pada Dzat yang Esa. Ibadah haji adalah gambaran bahwa manusia harus kembali ke fitrah aslinya sebagai hamba, baik ketika hidup maupun mati.

Ketiga, makna napak tilas sejarah kenabian. Haji juga menjadi waktu mengenang jejak nabi-nabi terdahulu, khususnya Nabi Adam, Nabi Ibrahim, dan Nabi Muhammad. Perjalanan mereka bukanlah sejarah hidup yang tidak bermakna, melainkan terdapat berbagai pelajaran yang penting diingat. Ritual melempar Jumrah, misalnya, adalah symbol permusuhan Nabi Adam kepada setan. Kita diingatkan agar selalu waspada terhadap berbagai tipu daya musuh yang sangat terlaknat ini.

Begitu juga tentang Sa’i. Ia mengandung sejarah perjuangan Siti Hajar mencari air untuk putranya, Ismail, ketika ditinggal suami tercinta, Nabi Ibrahim ‘alaihis salam. Berlari-lari yang berulang sampai tujuh kali merupakan simbol kesemangatan ikhtiar yang tak kenal lelah. Hingga pada akhirnya pertolongan Allah pun datang dengan tiba-tiba air memancar dari bawah kaki Nabi Ismail. Mata air itu kita kenal hingga saat ini sebagai sumur Zamzam.

Jamaah shalat Idul Adha rahimakumullah,

Allah tidak mewajibkan haji untuk setiap orang sebagaimana shalat. Kewajiban haji hanya diperuntukkan bagi mereka yang mampu. Untuk yang sudah atau sedang berhaji, penting baginya tak menyia-nyiakan kewajiban ini dengan memenuhi segala ketentuan haji, juga makna-makna dalam setiap ritual yang dijalankan. Bagi orang yang belum mampu ke Tanah Suci, cukup baginya berikhtiar sesuai kemampuan dan menyerap makna ibadah haji untuk kemudian kita praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.

Haji adalah perjalanan suci, bukan hanya sekedar wisata untuk meraih kebanggaan diri. Karena itu, bagi yang belum diberi kemampuan melaksanakan haji tak perlu patah semangat selama kita berusaha menjadi pribadi-pribadi yang bertakwa: memegang prinsip tauhid, menghargai kemanusiaan, dan menunaikan ketentuan syariat sebagaimana diajarkan Rasulullah. Wallahu a’lam.

 بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذِكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ وَإِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ، وَأَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم

KHUTBAH II

 اَللهُ أَكْبَرُ7x .  اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا أَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ,آمِيْن يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْن، اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَالدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ

FILE WORD DOWNLOAD  👇
Share:

Comments System

[blogger][disqus][facebook]
Powered by Blogger.

Contact Form

Name

Email *

Message *

Search This Blog

Contact